Guru Besar FMIPA UI Kaji Upaya Konservasi Bagi Spesies Terancam Punah

Depok, 15 November 2024. Prof. Dr. Luthfiralda Sjahfirdi, M.Biomed. dikukuhkan sebagai Guru Besar Tetap Bidang Konservasi Hewan, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA) Universitas Indonesia (UI), pada Rabu (13/11), di Balai Sidang UI Kampus Depok. Pada sidang pengukuhan yang dipimpin oleh Rektor UI Prof. Ari Kuncoro, S.E., M.A., Ph.D tersebut, Prof. Luthfiralda menyampaikan orasi ilmiah berjudul “Upaya Konservasi dalam Menjaga Keberlanjutan Biodiversitas pada Tingkat Spesies, Terutama Spesies Terancam Punah dan Spesies Endemik: Studi Kasus pada Lembaga Konservasi Ex Situ”.

Ia menyoroti isu ancaman keberlanjutan biodiversitas dan punahnya ragam spesies yang dilindungi (spesies endemik). Menurutnya, penurunan biodiversitas memiliki multiplier effect terhadap ekosistem dan manusia. Hal ini tergambar dalam kondisi tertentu, misalnya berkurang atau hilangnya habitat spesies akibat fenomena alam ataupun aktivitas manusia, seperti pengalihfungsian habitat spesies, perburuan liar, hingga perdagangan satwa yang dilindungi. Meski begitu, ia optimis bahwa tantangan keberlanjutan biodiversitas adalah keniscayaan yang dapat ditangani secara komprehensif.

“Berbagai upaya konservasi, baik secara in situ (habitat asli) maupun ex situ (di luar habitat asli), dilakukan untuk mencegah penurunan tingkat biodiversitas, termasuk penurunan pada tingkat spesies. Konservasi secara in situ pada tingkat spesies tentu lebih baik dibanding konservasi yang dilakukan secara ex situ karena spesies tetap berada dalam habitat alaminya. Namun, apabila habitat terganggu, terdegradasi, bahkan hilang, upaya konservasi akan dilanjutkan secara ex situ,” ujarnya lagi.

Pendekatan aspek perilaku reproduksi yang dilakukan secara ex situ dalam menjaga keberlanjutan biodiversitas pada tingkat spesies merupakan strategi penting dalam pelestarian biodiversitas. Untuk itu, Prof. Luthfirald menyebutkan tiga aspek penting yang perlu ditatalaksanakan dalam pendekatan tersebut. Pertama, lembaga konservasi ex situ yang memiliki peranan fundamental dalam memulihkan populasi spesies yang hampir punah. Kedua, pelepasliaran hewan ke habitat alami. Ketiga, konservasi sepanjang hayat di kebun binatang.

Lembaga konservasi ex situ dimanfaatkan untuk pelestarian spesies terancam punah dengan perlindungan intensif, sehingga dapat mengurangi risiko kepunahan yang disebabkan oleh berbagai faktor di habitat alami hewan. Dalam kasus tertentu, lembaga ex situ dapat mereduksi kemampuan adaptasi alami spesies yang terancam punah. Akan tetapi, lembaga ini merupakan alternatif dengan probabilitas tingkat kesuksesan cukup tinggi dalam menunjang upaya konservasi populasi spesies karena ditunjang kemampuan expertise dari sisi pendekatan manusia.

Aspek kedua yang turut berperan krusial adalah pelepasliaran spesies hewan ke habitat alami. Spesies hewan yang layak dilepasliarkan harus memenuhi standar kualitas individu, sehingga persiapan harus dilakukan secara komprehensif untuk memastikan pelepasliaran dilaksanakan pada waktu yang tepat. Ada beberapa metode pelepasliaran hewan, salah satunya adalah Half Way House, yaitu pendekatan yang digunakan untuk mempersiapkan hewan yang telah dipelihara kembali ke habitat alaminya.

Salah satu case study paling menarik dari perspektif akademis adalah pelepasliaran orang utan di Sintang Orangutan Center (SOC). Dari hasil riset yang dilakukan ditemukan bahwa tidak semua spesies orang utan memiliki kemampuan yang sama dalam beradaptasi di alam liar. Fenomena tersebut terlihat bahkan ketika prosedur konservasi dilakukan pada sekolah hutan. Beberapa orang utan cenderung enggan membuat sarangnya sendiri dan memilih menggunakan sarang yang telah ada dan masih layak untuk tidur. Oleh karena itu, metode Half Way House dapat menjadi salah satu opsi persiapan pelepasliaran hewan yang dilindungi.

Selain lembaga konservasi ex situ dan pelepasliaran spesies hewan, aspek lain yang penting dalam upaya menjaga keberlanjutan biodiversitas pada tingkat spesies adalah konservasi sepanjang hayat di kebun endemik. Ini dilakukan dengan mempertimbangkan masa estrus (periode subur) pada hewan. Langkah tersebut menjadi opsi paling terukur bagi spesies tertentu yang tidak memiliki kualifikasi yang ideal untuk dilepasliarkan atau justru menimbulkan risiko bagi eksistensi spesies.

Dari seluruh aspek tersebut, Prof. Luthfiralda menilai bahwa tantangan pengelolaan keberlanjutan biodiversitas, khususnya pada spesies yang terancam punah, menjadi pekerjaan rumah yang harus disikapi serius oleh seluruh pihak. “Pengayaan pemahaman metodologi konservasi serta perluasan portofolio studi kasus pada ragam spesies menjadi sebuah keniscayaan yang perlu disikapi dengan dinamika fenomena alam yang saat ini terus terjadi secara progresif. Untuk itu, saya berharap hasil pengkajian ini dapat menjadi kontribusi bagi upaya konservasi spesies di Indonesia, khususnya pada konservasi hewan,” kata Prof. Luthfiralda.

Hasil penelitian Prof. Luhtfiralda menandai komitmen panjangnya terhadap keberlanjutan biodiversitas, khususnya pada spesies yang terancam punah dan spesies endemik. Beberapa penelitian terkait lainnya yang pernah dilakukan, yakni Reproductive Behavior and Hormone Metabolite Profiles in Captive Breeding Female Sumatran Slow Lorises (Nycticebus hilleri) (2023); Nesting Behavior of Kalimantan Orangutan Pongo Pygmaeus as A Release Subject at Forest School Sekolah Hutan Tembak Lestari, Sintang, West Kalimantan, Indonesia (2023); dan Positive Reinforcement Conditioning as Sumatran Tiger’s (Panthera Tigris Sumatrae) Social Enrichment at Tambling Wildlife Nature Conservation Rescue Centre, Lampung, Indonesia (2022).

Sebelum dikukuhkan sebagai guru besar, Prof. Luhtfiralda menyelesaikan pendidikan S1 Biologi FMIPA UI pada 1989; S2 Magister Biomedik, Program Biomedik Fakultas Kedokteran UI tahun 1996; dan S3 Program Studi Pascasarjana Biologi FMIPA UI pada 2006. Saat ini, ia merupakan Kepala Subdirektorat Pengelolaan Matakuliah Universitas (PMU), Direktorat Pendidikan UI; dan pernah menjabat sebagai Ketua Departemen Biologi FMIPA UI (2012–2014), Ketua Program Studi Pascasarjana Biologi FMIPA UI (2008–2015), dan Ketua Pusat Studi Center for Biodiversity Strategies FMIPA UI (2010–2014).

Hadir pada pengukuhannya tokoh-tokoh nasional, antara lain Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) dan Ketua MWA UI, Dr. (HC) K.H. Yahya Cholil Staquf; Kepala Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) dan Anggota MWA UI, Dr. Muh. Yusuf Ateh, Ak., MBA, CSFA, CGCAE; Wakil Menteri lmigrasi dan Pemasyarakatan RI, Silmy Karim; Wakil Menteri Luar Negeri RI, Arrmanatha Nasir; Wakil Menteri BUMN 2020–2023 dan Wakil Menteri Luar Negeri 2023–2024, Pahala Nugraha Mansury, S.E., M.B.A.; Gubernur Jawa Tengah 2013–2023, Ganjar Pranowo; Founder & Chairman MCorp, Hermawan Kertajaya; serta jajaran dari PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk, yakni Direktur Operasi, Capt. Tumpal Manumpak Hutapea; Direktur Teknik, Rahmat Hanafi; Direktur Keuangan dan Manajemen Risiko, Prasetio; Direktur Niaga, Ade R. Susardi; dan Direktur Human Capital & Corp Service, Eny Kristiani.

Bagikan ini:

Facebook
X
LinkedIn
WhatsApp
Email
Tumblr
Telegram
Print

Berita Lainnya